Penduduk Dunia Mulai Menghadapi Krisis Air Bersih – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres memperingatkan mengenai bahaya krisis air yang akan melanda penduduk dunia. Dalam peluncuran The International for Action on Water for Sustainable Development di tahun 2018, ia memaparkan bahwa kelangkaan air di masa mendatang merupakan permasalahan penduduk dunia, jadi ia menekankan bahwa setiap pihak harus bekerja sama dalam menanggulangi atau menghindari permasalahan tersebut. Menurutnya, diproyeksikan bahwa kebutuhan akan air meningkat sebesar 40% di pertengahan abad ini. Hal ini menjadi mengkhawatirkan ketika krisis iklim dan pemanasan global semakin parah yang membuat krisis air di masa mendatang akan lebih parah di luar perkiraan.
Perkembangan penduduk manusia terus berlanjut. Kebutuhan akan lahan sebagai tempat pendudukan manusia terus meningkat. Ditambah lagi perkembangan industri dan pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah berbahaya kian memperparah kerusakan lingkungan. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh World Research Institute (WRI) pada bulan Agustus 2019, setidaknya terdapat 1,8 miliar penduduk dunia yang hidup di 17 negara tinggal di area yang mengalami krisis persediaan air bersih karena adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan air. Ketimpangan antara besarnya kebutuhan akan air bersih dan persediaan air di dalam tanah berpotensi mengarah pada krisis air bersih massal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga yang berkantor pusat di Washington DC, Amerika Serikat tersebut menyatakan bahwa terdapat setidaknya 12 negara yang sedang mengalami krisis air bersih. Ketidakseimbangan antara kebutuhan akan air besih dan persediaannya di dalam tanah merupakan penyebab utama dari krisis tersebut. Ketidakseimbangan tersebut terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di wilayah Asia Selatan terdapat dua negara yang mengalami krisis air, yaitu India dan Pakistan. Kedua negara tersebut memang merupakan negara berpenduduk besar. Di wilayah Eropa, terdapat negara kecil San Marino yang mengalami ketimpangan antara persediaan air di tanah dan kebutuhan akan air tersebut. Di wilayah Afrika, terdapat negara Bostwana sedangkan di wilayah Asia Tengah terdapat negara Turkmenistan yang tengah mengalami krisis air.
Selain negara-negara di atas, analisis WRI menyebutkan bahwa terdapat negara lain yang sangat berisiko mengalami krisis air seperti Qatar. Udara yang sangat panas serta persediaan air yang terus-menerus berkurang membuat negara tersebut berpotensi besar mengalami krisis air bersih dalam beberapa dekade ke depan. Qatar merupakan salah satu negara yang sangat mengandalkan sistem desalinasi air laut guna menyediakan dan memenuhi kebutuhan akan air bersih penduduknya.
Kemudian dalam laporannya, WRI memaparkan bahwa krisis air bisa berdampak pada berbagai sektor kehidupan, salah satunya sektor ekonomi dan keamanan. Lembaga tersebut memberikan contoh bagaimana kerusuhan dan kekerasan terjadi di kota Chennai, India. Kekurangan air diperparah dengan musim panas berkepanjangan. Di kota yang berpenduduk 7 juta tersebut mengalami penundaan musim hujan akibat kemarau yang panjang. Akibatnya, penduduk melakukan protes dan aksi kekeraan pun tidak dapat terhindarkan. Bisnis dan perekonomian di kota yang terletak di India Selatan tersebut mengalami kelumpuhan dalam beberapa hari.
Pemimpin WRI, Paul Reig memaparkan bahwa India merupakan negara yang menempati urutan ke-13 sebagai enagar yang paling berpotensi mengalami krisis air di seluruh negerinya. India Utara yang memiliki banyak hutan lebat mengalami penurunan persediaan air tanah yang sangat ekstrem. Hal ini membuat persediaan air tanah sangat mengkhawatirkan.